CAREER
Monday, 04 March 2024
Perbedaan PKWT dan PKWTT yang Perlu Diketahui Oleh Pekerja
Apakah saat ini Anda sedang mencari pekerjaan? Tidak ada salahnya Anda belajar tentang perbedaan PKWT dan PKWTT, dua jenis kontrak kerja yang berlaku dan diatur dalam hukum di Indonesia.
Memahami keduanya penting sebab Anda akan mengetahui hak dan kewajiban sebagai karyawan nantinya. Selain itu, hingga sekarang masih ada perusahaan yang mempekerjakan staf mereka tidak dengan memenuhi ketentuan dalam PKWT dan PKWTT.
Sedangkan bagi yang bekerja di sektor Sumber Daya Manusia (SDM) dan Human Capital (HC), PKWT dan PKWTT menjadi acuan penting saat menyodorkan kontrak kerja yang pas dengan calon karyawan. Sehingga, baik perusahaan dan karyawan nantinya tidak akan merugi.
PKWT merupakan kependekan dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Diambil dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021, PKWT merujuk pada perjanjian kerja antara perusahaan dan karyawan dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.
Lazimnya, perusahaan menggunakan jenis kontrak kerja ini bagi staf kontrak atau pekerja lepas. Sesuai namanya, kontrak kerja ini hanya untuk batas waktu tertentu pada karyawan tipe pekerjaan tersebut.
Perusahaan berwenang mengatur jangka waktu yang dimaksud, misalnya satu tahun atau tiga tahun. Selain periode waktu tersebut, jangka kontrak bisa menurut selesainya suatu pekerjaan. Ambil contoh, kontrak dalam PKWT berlaku dua tahun mengikuti tipe tugas yang memang akan rampung dalam dua tahun. Periode kontrak dalam PKWT bisa diperpanjang jika tugas tersebut ternyata lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.
Perbedaan PKWT dan PKWTT sudah bisa diketahui dari definisinya. PKWTT sendiri merujuk pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu. Jenis kontrak ini ditujukan kepada karyawan tetap perusahaan.
Kontrak ini akan diberikan ke mereka apabila telah melewati masa percobaan yang bisa berlaku selama tiga bulan atau enam bulan. Dengan pemberian kontrak ini maka karyawan tersebut berarti sudah menjadi karyawan tetap. Perlu diketahui bahwa perusahaan tetap harus membayar gaji mereka menurut ketentuan Upah Minum Regional yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Berikut dasar hukum PKWT dan PKWTT sebagaimana kami ambil dalam Pasal 56 Undang-Undang Ketenagakerjaan:
1. Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 didasarkan atas:
Sedangkan Pasal 59 menjabarkan PKWT hanya untuk jenis tugas tertentu sesuai dengan sifat atau kegiatan pekerjaannya itu sendiri. Selain UU di atas, ketentuan mengenai PKWT diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN.IV/2004.
Pemberian PKWT cukup terbatas, yakni untuk pekerjaan yang rampung dalam waktu spesifik sebagaimana rinciannya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Berikut jenis pekerjaan yang dimaksud:
Jenis pekerjaan yang diberikan PKWT misalnya staf untuk menangani proyek tender barang, tugas yang berkenaan dengan sektor agribisnis terkait musim, pekerjaan konstruksi, dan tugas di pabrik untuk memenuhi pesanan dalam periode waktu tertentu. PKWT bisa putus jika tugas lebih cepat rampung dari perkiraan. Tetapi jika belum selesai, PKWT bisa diperpanjang hingga tugas terpenuhi seluruhnya.
Baca juga: 5 Cara Merekrut Karyawan yang Tepat dan Terbaik
Perbedaan PKWT dan PKWTT selain dari segi definisi adalah sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Hanya jenis kontrak PKWTT yang mengenal masa percobaan, mulai dari tiga hingga enam bulan. Dalam PKWT tidak mengenal masa percobaan. Jika dilakukan maka kontrak batal menurut hukum.
PKWT memiliki batas waktu yang paling lama adalah lima tahun, yang sudah mencakup perpanjangan kontrak apabila ada. Sedangkan PKWTT bersifat tetap yang artinya tidak mempunyai batas waktu. Kontrak jenis PKWTT berakhir apabila karyawan mengundurkan diri, pensiun, atau meninggal dunia.
Jenis fasilitas berbeda-beda tergantung kebijakan setiap perusahaan. Contohnya adalah asuransi, konsumsi, telekomunikasi, dan transportasi. Fasilitas dalam PKWT mendasar sesuai dengan ketentuan dalam UU. Sedangkan fasilitas dalam PKWTT relatif lebih banyak.
Kontrak PKWT harus dalam bentuk tertulis serta memperoleh persetujuan dari pihak calon karyawan dan perusahaan. Kontrak wajib ditulis dalam Bahasa Indonesia. Barulah setelah syarat tersebut dipenuhi, kontrak PKWT sah di mata hukum. Apabila hanya diutarakan saja maka PKWT tidak sah.
Pada intinya, PKWT memuat hubungan antara karyawan dengan perusahaan, yang mencakup jabatan, gaji, tunjangan, fasilitas, dan hal pribadi lainnya. Sesuai dengan Pasal 13 PP 35/2021, berikut isi minimal PKWT:
Di lain pihak, PKWTT tidak selalu harus dalam bentuk tertulis. Asalkan kedua belah pihak sepakat, wujud PKWTT bisa lisan dan tertulis.
Pencatatan atau dokumentasi merupakan perbedaan PKWT dan PKWTT berikutnya. Perusahaan yang memakai jenis kontrak PKWT wajib mencatatkan data karyawan dalam kontrak ini di instansi ketenagakerjaan. Hal ini tidak berlaku wajib pada karyawan yang terikat kontrak jenis PKWTT.
Mengacu pada UU Ketenagakerjaan, saat PKWT memasuki masa jatuh tempo maka perusahaan dapat mengenakan PHK. PHK bisa juga terjadi saat pekerjaan selesai tetapi kontrak masih belum habis.
Adapun dalam PKWTT, jika salah satu pihak melanggar ketentuan, barulah PHK terjadi. Jika PHK terjadi karena pelanggaran maka kondisi tersebut wajib dilaporkan ke Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Ganti rugi atau pesangon menjadi poin perbedaan PKWT dan PKWTT terakhir. Jika PHK terjadi pada staf yang terikat kontrak PKWT, perusahaan tidak harus memberikan uang pesangon dan uang penghargaan selama dia bekerja. Hal ini tidak berlaku jika perusahaan memutus kontrak sebelum periode kerja mereka berakhir sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja. Dalam ketentuan ini, jika kondisinya demikian, perusahaan harus membayar ganti rugi.
Dan berikut penghitungan besaran pesangon PKWT menurut masa kerja:
Sedangkan dalam kontrak tipe PKWTT, pesangon wajib diberikan ke karyawan yang terkena PHK, kecuali perusahaan memang bangkrut.
Baca juga: Mengenal Quite Hiring Mulai dari Arti Sampai Manfaatnya
Bolehkah staf mengundurkan diri setelah periode PKWT berakhir? Dalam kondisi tersebut apakah karyawan akan memperoleh ganti rugi atau justru membayar penalti? Itulah dua pertanyaan yang umum ditanyakan terkait kontrak PKWT.
Kami ambil dari Pasal 62 Undang-Undang Ketenagakerjaan, karyawan yang terikat kontrak PKWT lalu mundur sebelum masa kontrak selesai harus membayar ganti rugi ke perusahaan. Nominalnya setara dengan gaji karyawan tersebut. Ia harus membayar hingga batas kontrak berakhir.
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya waktu perjanjian kerja.”
Ambil contoh, seorang karyawan mengundurkan diri per 31 Desember 2023 meski kontrak baru akan selesai tiga bulan lagi. Hal tersebut berarti ia mesti membayar ganti rugi tiga kali gaji yang ia dapatkan dari perusahaan ditinggalkannya.
Walau tertulis jelas mengenai ganti rugi di atas, ada pula perusahaan yang mengatur ketentuan berbeda. Misalnya, perusahaan tersebut tidak mewajibkan karyawan dengan kondisi di atas untuk membayar penalti jika ia memberitahu 30 hari sebelum tanggal resmi berhenti bekerja atau mengalihkan tugasnya ke orang baru.
Menurut Pasal 17 PP 35/2021, perusahaan harus memberikan uang ganti rugi dengan perhitungan menurut jangka waktu PKWT yang telah dirampungkan oleh karyawan. Berikut cara penghitungan uang ganti rugi menurut Pasal 15 ayat 1 PP35/2021:
Kompensasi = Masa kerja (dalam bulan) / 12 x 1 Bulan upah
Ilustrasinya: Seorang karyawan PKWT dengan periode kontrak 1 Maret 2023 – 1 Februari 2024 mendapatkan gaji Rp15 juta per bulannya. Jika ia menyudahi kontrak pada 10 Mei 2023 maka berikut kompensasi yang wajib dia terima:
Kompensasi = Masa kerja (dalam bulan) / 12 x 1 Bulan upah
Kompensasi = 3/12 x Rp15 juta = Rp3.750.000.
Ketentuan pemerintah mengenai poin di atas tidak ada. Biasanya perusahaan mengatur sendiri mengenai penalti jika karyawan mundur sebelum masa percobaan selesai. Semuanya tertulis jelas dalam kontrak kerja sebelum diberikan ke karyawan untuk ditandatangani.
Jika terdapat kewajiban penalti, umumnya perusahaan akan memperinci waktu pengajuan hingga bagaimana skema gaji yang akan ia peroleh. Adapun karyawan yang mengundurkan diri dalam masa ini tidak berhak memperoleh ganti rugi sebab periode ini sendiri bukanlah kontrak kerja. Karenanya, masa ini tidak mengenal sisa upah dari sisa masa percobaan yang belum dia tempuh. Perlu diketahui pula bahwa baik karyawan baru dan perusahaan dapat memutus hubungan kerja.
Berikut beberapa poin yang berpotensi mengubah jenis PKWT menjadi PKWTT:
Baik calon karyawan dan pihak SDM haruslah memahami betul perbedaan PKWT dan PKWTT agar kedua belah pihak bisa bekerja secara tenang tanpa perlu meresahkan kerugian yang akan timbul.
Baca juga: Vendor Konsultan IT yang Terpercaya
Lebih Banyak Wawasan